Minggu, 08 Juli 2018

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

            Pada tahun 2000-an pembelajaran matematika realistik imulai berkembang di Indonesai. PMRI yang berkembang selama ini berawal dari pembelajaran yang dilakukan di Belanda, dengan sebutan Realistic Mathematic Education atau lebih dikenal dengan istilah RME.
PMRI mengacu pada pendapat fruedenthal yang mengatakan bahwa matematika harus harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Hal ini berarti harusdekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia maksudnya manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika.
Menurut Treffers (1991) mengkaifikasikan empat pendekatan pembelajaran matemaika, yaitu mekanistik, emperistik, strukturalis, dan realistik. Mekanistik lebih memfokuskan pada Drill, emperistik lebih menekankan matematisasi horisontal ( pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda, merumuskan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk matematika) , strukturalis lebih menekankan pada matematisasi vertikal ( memperbaiki model, menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengombinasikan model, membuktikan keteraturan, merumskan konsep matematika yang baru) , sedangkan realistik memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi horisontal dan vertikal.
Menurut Streefland (1991) prinsip utama dalam belajar mengajar yang berdasarkan pada pengajaran realistik adalah:
a.       Constructing and Concretizing
Pada prinsip ini dikatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas konstruksi. Karakteristik konstruksi ini tampak jelas dalam pembelajaran, yaitu siswa menemukan sendiri prosedur untuk dirinya sendiri. Pengkonstruksian ini akan lebih menghasilkan apabila menggunakan pengalaman dan benda-benda konkret.
b.      Levels and Models
Belajar konsep matematika atau keterampilan adalah proses yang merentang panjang dan bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk dapat menerima kenaikan dalam level ini dari batas kontesks aritmatika informal sampai aritmatika formal dalam pembelajaran digunakan model supayadapat menjembatani antara konkret dan abstrak.
c.       Reflection and Special Assignment
Belajar matematika dan kenaikan level khusus dari proses belajar ditingkatkan melalui refleksi. Penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang. Perlu dipertimbangkan bagaimana memberikan penilaian terhadap jawaban siswa yang bervariasi.
d.      Social context and ineraction
Belajar bukan hanya merupakan aktivitas individu, tetap sesuatu yang terjadi dalam masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokutural. Maka dari itu di dalam belajar, siswa harusdiberi kesempatan bertukar pikiran, adu argumen, dan sebagainya.
e.       Structuring and interwining
Belajar matematika bukan hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang terstruktur. Konsep baru dan objek mental harus cocok dengan dasar pengetahuan yang lebih besar atau lebih kecil sehingga dalam pembelajaran diupayakan agar ada keterkaitan antara yang satu dan yang lainnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, pada dasarnya prinsip atau ide yang mendasari PMRI  adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa didorong untuk mengonstruksi sendiri masalah realistik, karena masalah yang dikonstruksi oleh siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya. Proses yang berhubungan dalam berpikir dan pemecahan masalah ini dapat meningkatkan hasil mereka dalam masalah.
Langkah-Langkah
1.      Memahami masalah konstektual
Guru memberikan masalah (soal) konstektual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan petunjuk/saran seperlunya (terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa. Pada langkah ini karakteristik PMRI yang diterapkan adalah karakteristik pertama. Selain itu, pemberian masalah kontekstual berarti memberi peluang terlaksananya prinsip pertama dari PMRI.
2.      Menyelesaikan masalah konstekstual
Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah konstekstual pada buku siswa atau LKS dengan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal. Misalnya : bagaimana kamu tahu itu, bagaimana caranya, mengapa kamu berpikir seperti itu, dll.
Pada tahap ini siswa dibimbing untuk menemukan kembali tentang ide atau konsep atau definisi dari soal matematika. Disamping itu, pada tahap ini siswa juga diarahkan untuk membentuk dan mengguakan model sendiri untuk membentuk dan menggunakannya guna memudahkan menyelesaikan masalah (soal). Guru diharapkan tidak memberitahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh penyelesaiannya sendiri.
Pada langkah ini semua prinsip PMRI muncul, sedangkan karakteristik PMRI yang muncul adalah karakteristik ke-2, menggunakan model.
3.      Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil. Setelah itu, hasil dari diskusi itu dibandingkan dengan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Pada tahap ini dapat digunakan siswa untuk melatih keberanian mengemukakan pendapat, meskipun berbeda dengan teman lain atau bahkan dengan gurunya. Karakteristik PMRI yang muncul pada tahap ini adalah penggunaan ide atau kontribusi siswa, sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa dan siswa, antara guru dan siswa, dan antara siswa dan sumber belajar.
4.      Menarik kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Karakteristik PMRI yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan interaksi anatara guru dan siswa.
Kelebihan
-          Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
-          Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
-          Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya, dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
-          Pembelajaran matematika realstik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam memperajali matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang lebih mengetahui (guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakana tidak akan tercapai.
Kekurangan
-          Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkan PMRI.
-          Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
-          Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menentukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memeahkan masalah.
-          Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

DAFTAR PUSTAKA
Shoimin, A. (2014). 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013. Sleman, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar